PERJUANGAN PENDIDIKAN ISLAM

Di dalam bahasa Arab kata “pendidikan” lazim disebut tarbiyah. Untuk memahami apa tujuan pendidikan atau tarbiyah, maka seyogyanya harus mengetahui terlebih dahulu apa pengertian dan hakikat tarbiyah itu sendiri. Islam diimani dan diamalkan oleh pemeluknya melalui proses tarbiyah.

Pertama, tarbiyah dari Allah yang besifat khusus, yaitu taufiq serta pemeliharaan Allah yang diberikan kepada para wali-Nya sehingga mereka menjadi semakin sempurna di dalam keimanan dan terjaga dari penghalang-penghalang keimanan.

Allah adalah Rabbul ‘Alamin, yang salah satu pengertiannya adalah, Allah pen-tarbiyah dan murabbi segenap makhluk dengan segala nikmat-Nya.1)

Kedua, tarbiyah dari Sang Utusan Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga dengan penyampaian-penyampaian yang jelas serta bimbingan-bimbingan beliau, seseorang menjadi semakin memahami akan Islam dan semakin bertanggung jawab dalam mengamalkan ajarannya.

            Urgensi tarbiyah (selanjutnya di dalam naskah ini disebut dengan “pendidikan”) ini tidak akan bisa terlepaskan dari sosok seorang murabbi (pendidik) yang di dalam dunia paedagogik sosok ini sering disebut dengan “guru”.

Tak kurang dari sejarah perjuangan bangsa kita tercinta, Indonesia, para guru (ustadz dan ustadzah) melalui media pendidikannya yang terwujud dengan berdirinya beberapa sekolah dan pondok pesantren turut berjuang dan ikut mewarnai perjuangan dan upaya “memerdekakan” bangsa ini dari keterbelakangan di bawah penjajahan para kolonialis dari masa ke masa. Sehingga bermunculanlah sekolah-sekolah berbasis agama dalam upaya sebagai ”perisai” (benteng) anak-anak generasi kaum muslimin dari “gempuran-gempuran” pola pikir yang dihembuskan melalui pendidikan ala Barat saat itu.

            Pentingnya pendidikan pun disadari oleh bangsa Jepang. Pasca hancur leburnya kota Hiroshima dan Nasaki pada medio 1942 yang luluh lantak akibat bom dari Amerika yang membuat sebagian negeri Jepang lumpuh total dan korban meninggal pun mencapai jutaan orang, Kaisar Hirohito mengumpulkan para jenderal yang tersisa, “Berapa jumlah gru yang masih hidup ?”. Para jenderal pun heran dengan pertanyaan Sang Kaisar seraya menegaskan bahwa mereka masih sanggup untuk menjaga dan melindungi Kaisar. Kaisar pun menjawab, “Kita telah jatuh, karena kita tidak belajar. Kita kuat dalam senjata dan strategi perang, namun kita tidak tahu bagaimana cara membuat dan merakit bom sedahsyat itu. Jikalau kita semua tidak belajar, maka bagaimana kita akan bisa mengejar mereka? Maka kumpulkan semua guru yang masih tersisa di seluruh pelosok negeri, karena sekarang pada merekalah kita akan bertumpu, bukan kepada kekuatan pasukan !”

Maka tidak begitu mengherankan bilamana kita menyaksikan negeri berjuluk “Matahari Terbit” ini mengalami kemajuan yang teramat pesat di segala bidang yang diwarnai dengan semangat “bushido” mereka yang bahkan bisa menjadi ancaman serius bagi negara yang pernah menjadikan mereka terpuruk dan hancur berkeping-keping, yakni Amerika. Tak lain dan tak bukan karena apresiasi (penghargaan) besar mereka akan arti penting sosok seorang guru khususnya dan pendidikan pada umumnya.

            Jauh sebelum Jepang menyadari akan pentingnya guru dan pendidikan serta segala sesuatu yang berkaitan dengannya, sejarah pun telah mencatat bagaimana monumentalnya perpustakaan Baitul Hikmah pada masa keemasan Dinasti Abbasiyah yang ikut memberikan sumbangsih bagi pendidikan dan peradaban manusia yang tumbuh berkembang melalui kumpulan buku atau literatur koleksinya yang mampu mewakili manusia untuk menceritakan kebudayaan dan peradabannya, dalam tradisi intelektual Islam tidak terlepas dari peran dan keberadaan buku di tengah-tengah umat 2)

            Di lingkup sejarah nasional Indonesia didahului dengan awal masuknya Islam ke Nusantara yang salah satunya melalui jalur pendidikan yang di antaranya dibawakan oleh para pedagang dari Gujarat (versi salah satu teori masuknya Islam di Nusantara), pada era pra kemerdekaan bermunculan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang berada di bawah naungan organisasi Islam pada masa penjajahan, yaitu :

  1. Al Jamiatul Khair

            Didirikan pada 17 Juli 1905 beranggotakan mayoritas kalangan keturunan Arab dengan program utamanya pendirian dan pembinaan sekolah tingkat dasar serta pengiriman anak-anak muda ke Turki. Namun program ini mengalami hambatan karena kekurangan dan kemunduran kekhalifahan.3)

 

  1. Al Irsyad

            Pada 1913 didirikan sebuah perguruan modern di Jakarta dengan sistem kelas dan materi pelajaran yang diberikan adalah pelajaran agama dengan tambahan pelajaran umum. Sekolah Al Irsyad memiliki beberapa cabang di beberapa daerah.

  1. Muhammadiyah

            Organisasi Islam yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan rahimahullah  di Yogyakarta pada 8 Dzulhijjah 1330 H bertepatan dengan 18 November 1912. Muhammadiyah merupakan organisasi yang bergeraj di bidang pendidikan, dakwah, dan kemasyarakatan. Memulai pendirian sekolah dasar pada 1915 dengan materi pelajaran agama dan pengetahuan umum. Pada 1929, Muhammadiyah telah menerbitkan 700.000 buku dan brosur, dan pada 1938 telah memiliki 31 perpustakaan umum dan 1774 lembaga pendidikan (sekolah).4)

 

  1. Persatuan Islam (PERSIS)

            PERSIS idirikan di Bandung pada 12 September 1923 oleh sekumpulan muslimin yang berminat dalam studi dan aktivitas keagamaan yang dipimpin oleh Zamzam dan Muhammad Yunus rahimahumallah . Organisasi ini memiliki ciri khas selain bergerak di bidang pendidikan juga menitik beratkan pada pembentukan faham keislaman. Hal ini didukung dengan membentuk kelompok studi, melakukan khotbah-khotbah, mendirikan sekolahm menerbitkan dan menyebarkan majalah dan kitab.5)

Di kemudian hari PERSIS memunculkan tokoh kharismatik yang piawai dengan argumentasinya bernama A. Hassan, disusul salah satu murud beliau, Mohammad Natsir rahimahumallah.

 

  1. Nahdlatul Ulama (NU)

            Dipelopori oleh KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Abdul Wahab Hasbullah rahimahumallah Nahdlatul Ulama didirikan di Surabaya pada 13 Januari 1926 dengan memberikan perhatian besar kepada pendidikan, khususnya pendidikan tradisional berbentuk pesantren.

            Di luar yang berbasis organisasi massa Islam, umat Islam juga memiliki andil berjuang melalui pendidikan dengan didirikannya “Sumatera Thawalib” yang sebagaimana dikutip dari Wikipedia, merupakan sekolah Islam modern pertama di Indonesia dan masih eksis hingga sekarang. “Sumatera Thawalib” yang berarti “Para Penuntut Ilmu/Pelajar/Siswa (dari) Sumatera” berdiri pada 15 Januari 1919 dari hasil pertemuan antara pelajar Sumatera Thawalib (Padang Panjang) dengan para pelajar Parabek, dengan tujuan memerdalam ilmu dan mengembangkan agama Islam. Mereka dikenal menerapkan sistem pendidikan surau yang telah menjadi bagian budaya dalam masyarakat Minamgkabau dengan “Surau Jembatan Besi” dikenal sebagai surau pertama yang telah memergunakan sarana meja, kursi, papan tulis, dan alat bantu pembelajaran lainnya.

            Demikianlah sekelumit tentang dinamika perjuangan pendidikan Islam yang sudah tercatat dalam sejarah, baik sejarah Indonesia maupun (bahkan) sejarah dunia.

Tak ayal dan tak perlu diragukan lagi bahwasanya pendidikan Islam memiliki peran penting dan strategis yang turut mewarnai dan ikut andil secara aktif memberikan sumbangsihnya bagi sejarah perjuangan bangsa ini dalam upaya memerdekakan dirinya tak hanya dari belenggu penjajahan kaum kolonialis, namun juga, last but not least memerdekakan diri dari belenggu kejahiliyahan atau kebodohan melalui jalur atau sarana menuntut ilmu di lembaga pendidikan Islam.

Sebagaimana nasihat Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah bahwa hendaknya niat dalam menuntut ilmu adalah untuk menghilangkan kebodohan yang ada pada diri sendiri maupun orang lain. Hal ini karena pada asalnya manusia dilahirkan dalam keadaan bodoh. Allah Ta’ala berfirman,

وَاللّهُ أَخْرَجَكُم مِّن بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لاَ تَعْلَمُونَ شَيْئاً وَجَعَلَ لَكُمُ الْسَّمْعَ وَالأَبْصَارَ وَالأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“ Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun. Dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.

(An Nahl : 78)

Dalam ayat di atas, selanjutnya Allah menyebutkan tiga nikmat secara khusus yaitu pendengaran, penglihatan, dan hati karena kemuliaan dan keutamaanya. Ketiga hal ini merupakan kunci bagi setiap ilmu. Seorang hamba tidak akan memeperoleh ilmu kecuali melalui salah satu pintu ini.

(Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir as Sa’di dalam “Taisiir Al Kariimi Ar Rahman” Surat Luqman)

Ibnu Qayyim Al Jauziyyah rahimahullah mengatakan di dalam “Nuniyyah”-nya:

والجهل داء قاتل وشفاؤه

 أمران في التركيب متفقان

نص من القرآن أو من سنة

 وطبيب ذاك العالم الرباني

” Dan kebodohan itu adalah penyakit yang mematikan. Obatnya adalah dua perkara yang disepakati yaitu nash dari Al Quran atau dari As Sunnah. Dan dokternya adalah seorang alim yang rabbani.

Penyakit kebodohan hanya akan bisa sembuh dengan belajar menuntut ilmu. Ilmulah yang akan menghilangkan kebodohan sehingga seseorang akan berada di atas jalan yang benar dan dijauhkan dari jalan yang menyimpang. – Semarang-MTs Al Khoiriyyah  Abu Ibrohim Zamroni bin Ahmad Fauzan bin Muhadi bin Kamsani

 

 

 

Footnote :

1) Taisîr al-Karîm ar-Rahmân fî Tafsîr al-Kalâm al-Mannân Syaikh Abdur-Rahmân bin Nashir as-Sa’diy, Tafsir Surat al-Fâtihah. Lihat pula yang senada dengan itu di Majalah As-Sunnah, edisi 12/Tahun XI/1429H/2008M, rubrik ‘Aqidah, hlm. 37, kolom 2

2) Abdullah Fadjar dkk., Khasanah Islam Indonesia: Monografi Penerbit Buku-buku Islam (Jakarta: The Habibie Center Jakarta, 2006), h. 11

3) Asrohah Hanun, 1992, Sejarah Pendidikan Islam, Cet:1, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, h. 160

4) Noer, Deliar, 1991, Gerakan Modern Islam di Indonesia, LP3ES, Jakarta, h. 95

5) Asrohah Hanun, 1992, Sejarah Pendidikan Islam, Cet:1, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, h. 167

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top